PENGARUH KELEMBABAN NISBI
(RH) DAN SUHU PENYIMPANAN TERHADAP DAYA BERKECAMBAH BENIH DAN MIKROORGANISME
TERBAWA BENIH
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyimpanan
benih merupakan salah satu upaya menjaminnya ketersediaan benih yang bermutu
dalam suatu program penanaman bila diperlukan di waktu yang akan datang. Benih
yang disimpan berfungsi sebagai penyangga antara permintaan dan produksi
tanaman. Waktu penyimpanan seringkali dibatasi oleh faktor teknis dan
fisiologis penyimpanan. Untuk mempertahankan viabilitas benih dalam waktu lama
diperlukan keadaan lingkungan penyimpanan optimal yang sesuai. Akan tetapi, ada
beberapa jenis benih yang hanya bertahan beberapa saat meskipun dalam kondisi
penyimpanan yang terbaik. Kecepatan kerusakan dapat diperlambat dengan kondisi
penyimpanan sebaik mungkin, tetapi pada beberapa jenis benih penyimpanan benih
dalam jangka sangat panjang sangat tidak mungkin (Schmidt 2002).
Umur
simpan benih dipengaruhi oleh sifat benih, kondisi lingkungan dan perlakuan
manusia. Daya simpan individu benih dipengaruhi oleh faktor sifat dan kondisi
seperti pengaruh genetik, pengaruh kondisi sebelum panen, pengaruh struktur dan
komposisi benih, kulit benih, tingkat kemasakan, ukuran, dormansi, kadar air
benih, kerusakan mekanik, dan vigor. Sedangkan pengaruh lingkungan meliputi
suhu, kelembaban dan cahaya (Justice dan Bass 2002). Selama periode
penyimpanan, benih akan terjadi penurunan mutu.
Ada
tiga sifat selain genetik yang dapat mempengaruhi mutu fisiologik benih selama
periode simpan (Sadjad 1980), yaitu:
(1)
Benih
yang dismpan masih melakukan proses pernafasan yang menghasilkan panas, air,
dan CO2. Panas dan kelembaban yang meninggi mengakibatkan benih
semakin aktif bermetabolisme. Akhirnya benih kehilangan energi untuk tumbuh.
Kotoran benih yang terkelupas atau pecah dapat mendorong kehidupan
mikroorganisme dalam periode simpan. Mikroorganisme itu memproses metabolisme
pula. Keadaan lingkungan simpan itu dapat mempercepat kerusakan/kemunduran
benih.
(2)
Benih
bersifat higroskopik. Benih melakukan keseimbangan dengan udata di sekitarnya
dan mengabsorbsi air apabila udara di lingkungan sekitar lembab. Hal ini
mendorong proses metabolisme dalam benih, dan akhirnya kehilangan energi yang
semestinya disimpan untuk pertumbuhannya.
(3)
Benih
memiliki difusibilitastermal yang rendah. Artinya kemampuan benih meneruskan
panas dengan jalan konduktif rendah. Artinya, apabila terjadi kenaikan suhu di
tempat penyimpanan, panas tidak cepat dipancarkan ke segala arah sehingga pada
benih terdapat hot spot, dan bila cukup lembab dan banyak cendawan menyerang,
proses moulding terjadi di tempat
itu.
Selain
hal tersebut di atas, Sutopo (2002) menambahkan bahwa faktor lingkungan
berpengaruh besar terhadap daya simpan benih. Agar benih memiliki daya simpan
yang tinggi, maka benih harus bertitik tolak dari kekuatan tumbuh (vigor) dan
daya kecambah yang semaksimal mungkin.
Menurut Justice
dan Bass (2002) benih dapat terserang patogen pada waktu pemanenan biji di
lapangan dan pada waktu benih berada di penyimpanan. Patogen yang terdapat pada
tempat penyimpanan dapat merusak benih karena patogen tersebut dapat tumbuh
pada kelembapan yang rendah. Sedangkan serangan hama dapat terjadi ketika benih
masih di lapangan sebelum dipanen atau pada saat penyimpanan benih. Menurut
Agrawal (1982), aktivitas serangga dan cendawan meningkat dengan meningkatnya
suhu. Penurunan kadar air benih dapat menurunkan persentase infeksi cendawan
dan meningkatkan viabilitas benih (Andriyani et al 1993).
Tujuan
Pelaksanaan
praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh RH dan suhu ruang simpan
terhadap viabilitas benih jagung, kedelai, dan padi selama penyimpanan dan
mendeteksi mikroorganisme yang menginfeksi benih-benih tersebut selama
penyimpanan.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Praktikum ini
dilaksanakan pada bulan Mei 2013 di Laboratorium Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Bahan yang
digunakan antara lain benih padi, jagung, dan kedelai, kain kasa, kertas
saring, air akuades. Alat yang digunakan antara lain cawan petri, pinset,
jarum, gelas obyek, mikroskop stereo dan mikroskop kompon.
Pelaksanaan
Praktikum
ini dilakukan dengan menggunakan benih kedelai, jagung, dan padi. Benih-benih
tersebut disimpan pada beberapa perlakuan suhu dan kelembaban nisbi sebagai
berikut:
I.
Kondisi
suhu tempat penyimpanan, yaitu 1. Suhu kamar (24-28oC), dan 2. Suhu
ruang AC (16-18oC)
II.
Kondisi
RH tempat penyimpanan, yaitu 1. RH tinggi (60-70%), dan 2. RH rendah (45-50%)
III. Masa simpan, yaitu 1. Masa simpan 1
minggu, dan 2. Masa simpan 4 minggu.
Setiap perlakuan
diulang tiga kali untuk masing-masing benih dan dilakukan pengujian kontrol tanpa
perlakuan benih padi, jagung, dan kedelai sebagai pembanding. Prosedur kegiatan
praktikum yang dilakukan sebagai berikut:
1. Mengatur
kondisi RH dan suhu tempat penyimpanan
Menyiapkan
4 desikator dengan Duratherm hygrometer di dalamnya. Kemudian masukkan silica
gel ke dalam desikator sampai hygrometer menunjukkan RH yang diinginkan
(seperti perlakuan). Untuk keperluan suhu kamar, desikator diletakkan pada
ruangan tanpa AC, sedangkan untuk perlakuan suhu ruang AC, desikator diletakkan
pada ruang AC.
2. Pengemasan
dan penyiapan benih
Benih
masing-masing komoditas secukupnya dimasukkan ke dalam kantong dari kain
kassa/strimin, kemudian diikat. Benih yang telah dikemas disusun dalam
desikator sesuai perlakuan suhu dan RH
tersebut. Selanjutnya setiap waktu dikontrol kondisi RH dengan penambahan
silica gel bila RH melebihi perlakuan yang seharusnya.
3. Pengamatan
Pengamatan
dilakukan terhadap viabilitas benih (daya berkecambah benih) dan mikroorganisme
terbawa benih yang disimpan sesuai perlakuan suhu, RH dan lama penyimpanan.
·
Viabilitas benih (daya
berkecambah)
Pengujian
viabilitas benih dilakukan dengan cara menanam benih di atas kertas saring yang
telah dilembabkan dalam cawan petri. Setiap cawannya ditanami 25 butir benih
padi, kedelai dan 10 butir benih jagung, kemudian diinkubasi pada suhu ruang. Inkubasi
dilakukan selama 7 hari. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah kecambah
normal, kecambah abnormal, dan benih yang mati (ISTA 2010). Persentase daya
berkecambah dihitung dengan rumus sebagai berikut:
·
Deteksi mikroorganisme
Deteksi
mikroorganisme dilakukan pada semua perlakuan benih. Mikroorganisme yang muncul
diamati dari benih yang dikecambahkan untuk pengujian daya berkecambah.
Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop stereo dan mikroskop kompon
terhadap mikroorganisme yang menyerang benih dan jumlah benih yang terserang
mikroorganisme tersebut dalam setiap petri. Persentase infeksi dihitung dengan
rumus sebagai berikut:
Keterangan:
P
: Persentase infeksi N
: jumlah benih yang ditanam
n : jumlah benih yang
terinfeksi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Perlakuan Penyimpanan terhadap Viabilitas
Benih
Penyimpanan
merupakan salah satu tahap proses produksi benih, yang diperlukan terkait
dengan persediaan benih untuk bahan tanam pada masa berikutnya. Selama proses
penyimpanan benih, beberapa faktor penting perlu diperhatikan terkait dengan terjaminnya
mutu benih tetap tinggi selama penyimpanan. Salah satu mutu yang penting untuk
dijaga selama penyimpanan yaitu mutu fisiologis benih dengan peubah viabilitas
benih. Ilyas (2012) menerangkan, viabilitas benih menunjukkan daya hidup benih,
aktif secara metabolis, dan memiliki enzim yang dapat mengkatalisis reaksi
metabolisme yang diperlukan untuk perkecambahan dan pertumbuhan kecambah.
Viabilitas benih dapat diukur dengan tolok ukur daya berkecambah (germination capacity).
Tabel 1 menunjukkan persen daya
berkecambah benih yang diberi perlakuan penyimpanan pada berbagai suhu dan
kelembaban selama 1 minggu dan kontrol sebagai pembandingnya. Hasil menunjukkan
pada komoditas padi menunjukkan daya berkecambah benih yang disimpan pada suhu
ruang (24-28oC) menurun dengan meningkaatnya kelembaban udara. Akan
tetapi daya berkecambah padi yang disimpan pada ruangan suhu AC dengan RH
45-50%, lebih rendah daripada benih yang disimpan pada suhu ruang RH 45-50%.
Daya berkecambah kontrol benih padi menunjukkan hasil yang rendah.
Tabel
1. Hasil pengamatan persen perkecambahan pada RH dan suhu tertentu setelah 1
minggu penyimpanan
Komoditas
|
Daya kecambah (%)
|
||||
kontrol
|
Suhu Ruang
|
Suhu AC
|
|||
RH 45-50%
|
RH 60-70%
|
RH 45-50%
|
RH 60-70%
|
||
Padi
|
8
|
12
|
6
|
10.66
|
Tidak ada
|
Jagung
|
20
|
100
|
93.33
|
100
|
50
|
Kedelai
|
0
|
74.66
|
35.33
|
0
|
0
|
Komoditas jagung
menunjukkan (Tabel 1) penurunan daya berkecambah yang cukup signifikan. Semakin
tinggi suhu dan kelembaban, daya berkecambah benih jagung semakin rendah. Akan
tetapi pada kontrol jagung, daya berkecambah yang dihasilkan sangat rendah.
Kontrol komoditas kedelai (Tabel 1)
menunjukkan daya berkecambah sebesar 0%. Hal itu menunjukkan bahwa benih yang
dijadikan sebagai sampel sudah tidak layak untuk digunakan penanaman. Akan
tetapi, benih kedelai yang sudah diberi perlakuan penyimpanan pada perlakuan
suhu ruang, menunjukkan daya berkecambah yang sedang. Berbeda dengan benih yang
disimpan pada suhu AC, menghasilkan daya berkecambah 0% sama dengan kontrol.
Tabel
2. Hasil pengamatan persen perkecambahan pada RH dan suhu tertentu setelah 4
minggu penyimpanan
Komoditas
|
Daya Berkecambah (%)
|
||||
Kontrol
|
Suhu Ruang
|
Suhu AC
|
|||
RH 45-50%
|
RH 60-70%
|
RH 45-50%
|
RH 60-70%
|
||
Padi
|
88
|
12
|
8
|
8
|
9,33
|
Jagung
|
0
|
76,67
|
76,67
|
100
|
96,67
|
Kedelai
|
0
|
74,67
|
41,33
|
0
|
48
|
Persen
daya berkecambah benih yang telah disimpan selama 4 minggu pada berbagai suhu
dan kelembaban serta kontrolnya, ditunjukkan pada Tabel 2. Pada komoditas padi
menunjukkan daya berkacambah yang tinggi pada kontrolnya yaitu mencapai 88%,
sedangkan benih kedelai dan benih jagung tidak ada benih yang berkecambah.
Perlakuan penyimpanan yang dilakukan selama 4 minggu, menunjukkan terjadi
perbedaan data yang cukup signifikan. Benih padi yang disimpan selama 4 minggu
mengalami penurunan daya berkecambah yang cukup signifikan dengan semaki
meningkatnya suhu penyimpanan dan kelembaban udaranya. Akan tetapi, pada benih jagung dan kedelai
sebaliknya. Penyimpanan menyebabkan persen perkecambahan benih jagung dan
kedelai meningkat, terutama jagung yang setelah disimpan pada suhu ruang dengan
RH 45-50% daya berkecambahnya mencapai 74.67%. Pada kedelai, daya berkecambah
kedelai setelah disimpan pada ruang AC dengan RH 45-50% sebesar 0%.
Persen
daya berkecambah yang berfluktuasi tersebut, terutama pada benih jagung dan
kedelai diduga karena viabilitas awal dari lot benih tersebut sudah sangat
redah dan tidak layak sebagai bahan untuk penanaman. Selain itu, pengambilan
sampel benih untuk pengujian tidak secara acak, sehingga benih yang diambil
tidak mewakili lot benih untuk pengujian karena hasil yang diberikan
berbeda-beda.
Viabilitas dan
vigor benih dipengaruhi oleh beberapa faktor penting yaitu (1) pertumbuhan
pohon induk; (2) kemasakan benih; (3) kadar air benih dan suhu selama
penyimpanan; dan (4) kerusakan benih. selama penyimpanan, benih mengalami
penurunan mutu (deteriorasi) yang disebabkan oleh RH dan suhu tinggi (abiotik),
aktivitas mikroba (cendawan, bakteri), insek, kutu, dan tikus (biotik). Dua
faktor terpenting yang mempengaruhi periode hidup benih adalah kadar air benih
(pengaruh dari RH) dan suhu. Benih pada umumnya, dapat kehilangan viabilitas
secara cepat saat RH mendekati 80% dan suhu 25-30oC, tetapi dapat
bertahan lebih dari 10 tahun pada RH ≤50% dan suhu ≤5oC (Ilyas 2012).
Berdasarkan pernyataan tersebut, adanya aktivitas mikroba diduga juga
mempengaruhi viabilitas benih selama penyimpanan maupun pada kontrol.
Pengaruh
perlakuan suhu dan kelembaban serta lama penyimpanan tehadap mikroorganisme
terbawa benih
Kelompok
mikroorganisme yang terbawa benih atau ditransmisikan melalui benih diantaranya
adalah cendawan. Cendawan yang merusak benih dikelompokkan menjadi cendawan
lapang dan cendawan penyimpanan. Cendawan lapang menyeranng benih selama
perkembangan atau pematangan tetapi sebelum panen, sedangkan cendawan
penyimpanan biasanya merusak benih sesudah panen apabila kelembaban udara dan
suhu cukup tinggi (Agarwal dan Sinclair 1997; Martinus 2003).
Kadar
air awal benih sebelum peyimpanan salah satu faktor penting yang harus
diperhatikan. Benih dengan kadar awal yang tinggi sebelum penyimpanan, akan
mengalami deteriorasi (kemunduran) dengan cepat karena aktivitas metabolismenya
tinggi serta menjadi kondisi yang optimum untuk perkembangan patogen, khususnya
cendawan penyimpanan. Sebelum penyimpanan, kadar air benih yang diuji tidak
diamati sehingga tidak diketahui benih-benih tersebut memiliki kadar air yang
tinggi atau tidak.
Hasil pengamatan
patogen yang menginfeksi kontrol benih peyimpanan dapat ditunjukkan pada tabel
3. Patogen yang menginfeksi kontrol benih padi penyimpanan 1 minggu antara lain
Fisarium sp, Rhizopus sp, dan Aspergillus
flavus dengan total persen infeksi mencapai 92%, sedangkan patogen yang
menginfeksi kontrol benih padi penyimpanan 4 minggu hanya ditemukan Aspergillus flavus dan total persen
infeksi menurun menjadi 4%. Pada komoditas jagung, total persen infeksi kontrol
minggu pertama mencapai 100% dengan patogen yang menginfeksi yaitu Fusarium sp dan Aspergillus sp, sedangkan kontrol 4 minggu total persen infeksinya
menurun menjadi 70% dengan patogen yang menginfeksi antara lain Aspergillus flavus dan Aspergillus niger. Total persen infeksi
benih kedelai mencapai 100% baik pada kontrol penyimpanan minggu 1 dan minggu
4. Patogen yang menginfeksi antara lain Fusarium
sp, Rhizopus sp, Aspergillus flavus, Rhizoctonia
sp, Penicillium sp, dan Rhizopus oryzae sp.
Tabel
3. Hasil pengamatan patogen yang menginfeksi kontrol benih penyimpanan minggu
ke-1 dan minggu ke-4
No
|
Patogen
|
Benih Terinfeksi
(%)
|
|||||
Padi
|
Jagung
|
Kedelai
|
|||||
Mg
ke-1
|
Mg
ke-4
|
Mg
ke-1
|
Mg
ke-4
|
Mg
ke-1
|
Mg
ke-4
|
||
1
|
Fusarium sp
|
28
|
0
|
60
|
0
|
76
|
10
|
2
|
Rhizopus sp
|
16
|
0
|
0
|
0
|
0
|
60
|
3
|
Aspergillus flavus
|
32
|
4
|
0
|
50
|
24
|
40
|
4
|
Aspergillus sp
|
0
|
0
|
50
|
0
|
0
|
0
|
5
|
Rhizoctonia sp
|
0
|
0
|
0
|
0
|
12
|
0
|
6
|
Aspergillus niger
|
0
|
0
|
0
|
20
|
0
|
0
|
7
|
Penicillium sp
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
40
|
8
|
Rhizopus oryzae
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
30
|
Persen Infeksi Total (%)
|
92
|
4
|
100
|
70
|
100
|
100
|
|
|
Gambar 1.
Rhizopus sp yang teridentifikasi pada
kontrol benih kedelai; a. morfologi dibawak mikroskop stereo; b. morfologi di
bawah mikroskop kompon
|
|
Gambar 2.
Aspergillus flavus yang ditemukan
pada kontrol benih kedelai; a. morfologi dibawak mikroskop stereo; b. morfologi
di bawah mikroskop kompon
Cenadawan
yang dominan menginfeksi antara lain Fusarium sp, Rhizopus sp, Aspergillus
flavus, dan Aspergillus sp. Bahkan cendawan Fusarium menginfeksi benih kedelai
mencapai 76%. Spesies cendawan Aspergillus, Fusarium, dan Penicillium
dilaporkan cendawan yang palin penting dalam memproduksi mikotoksin dalam
kondisi kadar air yang relatif rendah (White 1999). Pernyataan tersebut juga
didukung oleh Pakki (2005) yang menjelaskan patogen Fusarium sp. dan Aspergillus
sp. dapat berkembang baik dalam suhu dan kelembaban yang ideal pada tempat
penyimpanan benih jagung. Patogen tersebut dapat memproduksi senyawa beracun
yang disebut mikotoksin (Gleen et al., 2001; Mao et al. 1998).
Mikotoksin adalah hasil metabolisme sekunder yang bersifat toksik dari beberapa
mikroorganisme untuk kolonisasi inang ataupun untuk mempertahankan hidupnya.
Berdasarkan pernyataan tersebut, diduga salah satu penyebab rendahnya
viabilitas benih, terutama kedelai yang mencapai 0% adalah beberapa cendawan
tersebut yang mempunyai peran menginfeksi benih sebelum penyimpnan.
1.
Benih Padi
Tabel 4
menunjukkan jenis patogen persen infeksinya pada benih padi yang sudah disimpan
selama 1 dan 4 minggu pada berbagai suhu dan kelembaban. Berdasarkan tabel
tersebut dapat ditunjukkan persen infeksi yang semakin meningkat seiring dengan
semakin lamanya benih yang disimpan. Begitu dengan kelembaban udara selama
penyimpanan, benih yang dismpan pada kelembaban udara yang semakin tinggi
memiliki persen infeksi total semakin tinggi, bahkan mencapai 44%. Akan tetapi,
benih yang disimpan pada kondisi suhu AC mengalami persen infeksi yang lebih
tinggi dibandingkan dengan benih yang disimpan pada suhu rendah.
Tabel 4. Hasil pengamatan patogen yang
menginfeksi benih padi yang disimpan pada berbegai suhu dan kelembaban.
No
|
Patogen
|
Benih Terinfeksi
(%)
|
|||
Suhu Ruang (24-28oC)
|
Suhu AC (16-18oC)
|
||||
Mg ke-1
|
Mg ke-4
|
Mg ke-1
|
Mg ke-4
|
||
RH Rendah (45-50%)
|
|||||
1
|
Aspergillus flavus
|
25.33
|
1.33
|
16
|
8.00
|
2
|
Aspergillus niger
|
1.33
|
1.33
|
0
|
1.33
|
3
|
Fusarium sp
|
1.33
|
0
|
22.66
|
0
|
4
|
Penicillium sp
|
5.33
|
0
|
0
|
0
|
5
|
Bakteri
(bening susu, bulat)
|
1.33
|
0
|
0
|
0
|
6
|
Rhizopus sp
|
0
|
0
|
4
|
0
|
7
|
Bakteri
|
0
|
8.00
|
9.33
|
|
Persen Infeksi Total (%)
|
3
|
10.67
|
8
|
12
|
|
RH Tinggi (60-70%)
|
|||||
1
|
Aspergillus flavus
|
2.60
|
8.00
|
Tidak ada data
|
4
|
2
|
Aspergillus niger
|
2.60
|
1.33
|
1.33
|
|
Aspergillus
sp
|
0
|
0
|
4
|
||
3
|
Fusarium sp
|
13.33
|
0
|
0
|
|
4
|
Bakteri (beningsusu,cembung)
|
1.33
|
0
|
21.33
|
|
5
|
Bakteri (coklat susu, bulat)
|
4.00
|
0
|
0
|
|
6
|
Bakteri (kuning)
|
0
|
0
|
9.33
|
|
7
|
Bakteri
|
0
|
9.33
|
0
|
|
8
|
Penicillium sp
|
0
|
0
|
2.67
|
|
9
|
Cendawan tidak teridentifikasi
|
0
|
0
|
1.33
|
|
10
|
Verticillium sp
|
0
|
0
|
1.33
|
|
11
|
Rhizopus sp
|
0
|
0
|
1.33
|
|
Persen Infeksi Total (%)
|
1.66
|
18.67
|
44
|
Kelompok cendawan Aspergillus flavus, Fusarium sp dan bakteri dengan warna koloni putih susu cembung yang
paling dominan menginfeksi. Cendawan Aspergillus
flavus dan Fusarium sp menghasilkan
mikotoksin yang bercun dapat merusak benih dan dapat menyebabkan benih
mengalami deteriorasi bahkan mati. Cendawan Aspergillus
mampu menghasilkan senyawa metabolit sekunder aflatoksin sangat merusak dan Fusarium menghasilkan senyawa metabolit
sekunder seperti fumonisin dan zearalenone yang bahkan dapat menyebabkan efek
keracunan pada hewan mamalia dan manusia (Pakki 2005). Selain cendawan yang
dominan tersebut, cendawan lain yang menginfeksi yang memepengaruhi penurunan
viabilitas benih antara lain Penicillium
sp, Aspergillus niger sp, Rhizopus sp, Vertcillium sp.
Gambar
3. Koloni bakteri yang ditemukan dengan warna koloni putih susu
Koloni bakteri
juga menjadi patogen yang dominan menginfeksi. Koloni bakteri yang ditemukan
dominan menginfeksi yaitu koloni bekateri yang berwarna putih susu dengan
permukaan yang cembung. Diduga koloni bakteri tersebut adalah Xanthomonas campestris yang menginfeksi
benih. bakteri ini merupakan salah satu patogen utama yang terbawa benih yang
dapat menurunkan produksi benih (Eamchit 1982). Akan tetapi, bakteri ini tidak
akan merusak benih selama di penyimpanan. Koloni bakteri berwarna kuning juga
ditemukan dengan persen infeksinya mencapai 9.33%. Diduga koloni bakteri ini
adalah Xanthomonas oryzae. Kedua
koloni bakteri tersebut merupakan kelompok bkteri utama yang terbawa benih.
Kedua bakteri ini menyebabkan penyakit hawar daun bakteri yang dapat menurunkn
produksi di lapang mencapai 60%.
2. Benih
Jagung
Hasil pengamatan
terahadap patogen yang menginfeksi benih jagung setelah disimpan selama 1 dan 4
minggu pada berbagai suhu dan kelembaban ditunjukkan pada tabel 5. Persen
infeksi total patogen terhadap benih meningkat dengan semakin meningkatnya lama
penyimpanan benih., tetapi perbedaan total persen infeksi antara benih yang
disimpan pada kelembaban tinggi maupun rendah tidak signifikan. Benih yang
disimpan pada suhu rendah (ruang AC) justru memiliki total persen infeksi yang
lebih tinggi dibandingkan dengan benih yang disimpan pada ruangan dengan suhu
yang lebih tinggi.
Tabel 5. Hasil pengamatan patogen
yang menginfeksi benih jagung yang disimpan pada berbegai suhu dan kelembaban.
No
|
Patogen
|
Benih Terinfeksi
(%)
|
|||
Suhu Ruang (24-28oC)
|
Suhu AC (16-18oC)
|
||||
Mg ke-1
|
Mg ke-4
|
Mg ke-1
|
Mg ke-4
|
||
RH Rendah (45-50%)
|
|||||
1
|
Aspergillus flavus
|
23.33
|
0
|
23.33
|
20
|
2
|
Aspergillus niger
|
0
|
0
|
10
|
0
|
3
|
Aspergillus sp
|
0
|
10
|
0
|
0
|
4
|
Fusarium sp
|
0
|
0
|
13.33
|
20
|
5
|
Acremonium strictum
|
0
|
50
|
0
|
0
|
6
|
Penicillium sp
|
0
|
0
|
0
|
23.33
|
Persen Infeksi Total (%)
|
56.66
|
90
|
40
|
53.33
|
|
RH Tinggi (60-70%)
|
|||||
1
|
Aspergillus flavus
|
3.33
|
0
|
50
|
20
|
2
|
Aspergillus niger
|
0
|
0
|
13.33
|
0
|
3
|
Aspergillus sp
|
0
|
33.33
|
0
|
0
|
4
|
Penicillium sp
|
49.99
|
0
|
0
|
36.67
|
5
|
Verticillium
sp
|
6.66
|
0
|
0
|
0
|
6
|
Fusarium sp
|
0
|
0
|
3.33
|
6.67
|
7
|
Acremonium strictum
|
0
|
23.33
|
0
|
0
|
Persen Infeksi Total (%)
|
56.66
|
96.67
|
60
|
66.67
|
Cendawan yang dominan menginfeksi benih jagung
antara lain Aspergillus flavus, Penicillium sp, Acremonium strictum, dan Aspergillus
sp. dengan tingkat infeksi diatas 20%. Peran penting Aspergillus flavus dalam paenurunan daya berkecambah dilaporkan
oleh Agarwal dan Sinclair (1999) dimana disebutkan bahwa pada benih jagung
dengan kadar air 19.1-19.9% yang diinokulasikan dengan Aspergillus flavus dan disimpan pada 27-32oC selama 74
hari, persentase daya berkecambahnya hanya mencapai 13%, sedangkan tanpa
diinokulasi persentase daya berkecambahnya mencapai 97%. infeksi A. flavus pada
biji adalah terbesar pada jagung, dibanding pada kacang tanah, gandum, dan
sorgum (Ramakhrisna et al. 1993). Selain itu dilaporkan oleh Mc Gee (1987) cendawan Aspergillus flavus dan Penicillium sp dapat menyerang benih
jagung selama di penyimpanan dengan kadar air di bawah 13%. Persen infeksi
cendawan Aspergillus flavus yang disimpan mengalami penurunan seirring dengan
semakin lamanya benih disimpan.
|
|
Gambar
4. Aspergillus flavus yang ditemukan pada
benih jagung yang diberi perlakuan suhu ruang yang diberi perlakuan kelembaban
tinggi (60-70%); a. morfologi dibawak mikroskop stereo; b. morfologi di bawah
mikroskop kompon
Gambar
5. Penicillium sp yang ditemukan pada
benih jagung di bawah mikroskop stereo
Selain cendawan-cendawan
tersebut yang menginfeksi benih jagung, cendawan lain yang menginfeksi benih
jagung selama di penyimpanan antara lain Aspergillus
niger, Fusarium sp, dan Verticillium sp. Pada pengamatan ini
tidak ditemukannya koloni bakteri yang menginfeksi benih jagung.
Gambar 6. Verticillium
sp yang ditemukan pada benih jagung di bawah mikroskop stereo
Cendawan yang dominan
pada masing-masing perlakuan selama penyimpanan 1 dan 4 minggu bebeda-beda.
Benih yang diberi perlakuan penyimpnan
suhu ruang dengan kelembaban rendah cendawan yang dominan adalah Aspergillus flavus pada minggu ke-1,
sedangkan pada minggu ke-4 yang dominan adalah Acremonium strictum. Perlakuan
penyimpanan pada ruang ber-AC dengan kelembaban yang rendah, cendawa yang
dominan A. flavus pada minggu ke-1
dan Penicillium sp pada minggu ke-4.
Perlakuan benih dengan penyimpanan pada suhu ruang, cendawan yang dominan Penicillium sp pada minggu ke-1 dan Aspergillus sp pada minggu ke-4.
Perlakuan benih yang dismpan pada ruang AC dengan kelembaban tinggi, cendawan
yang dominan adalah Aspergillus flavus
pada minggu ke-1 dan Penicillium sp
pada minggu ke-4.
|
|
Gambar 7.
Fusarium sp yang menginfeksi jagung
dengan warna koloni putih bersih; a. morfologi dibawak mikroskop stereo; b.
morfologi di bawah mikroskop kompon
|
|
|
Gambar. Trichoderma sp yang ditemukan pada benih
jagung. a. morfologi di bawah mikroskop stereo; b. morfologi di bawah mikroskop
stereo; c. morfologi di bawah mikroskop kompon.
Selain cendawan yang bersifat
patogenik, juga ditemukan cendawan yang
bersifat endofit (menguntungkan) yaitu Trichoderma sp yang persen infeksinya
mencapai 33.33%. Cendawan ini ditemukan pada benih jagung yang diberi perlakuan
penyimpanan pada suhu ruang dengan kelembaban rendah dan tinggi. Morfologi
koloninya tergantung pada media tumbuhnya. Pada media yang nutrisinya terbatas,
koloni tampak transparan, sedangkan pada media yang nutrisinya cukup banyak,
koloninya berwarna lebih putih. Konidia yang terbentuk dapat berwarna kuning,
hijau atau putih.
3. Benih
Kedelai
Tabel 6. Hasil pengamatan patogen
yang menginfeksi benih kedelai yang disimpan pada berbegai suhu dan kelembaban.
No
|
Patogen
|
Benih Terinfeksi
(%)
|
|||
Suhu Ruang (24-28oC)
|
Suhu AC (16-18oC)
|
||||
Mg ke-1
|
Mg ke-4
|
Mg ke-1
|
Mg ke-4
|
||
RH Rendah (45-50%)
|
|||||
1
|
Aspergillus flavus
|
18.66
|
16
|
49.33
|
28
|
2
|
Aspergillus niger
|
6.66
|
5.33
|
0
|
12
|
3
|
Aspergillus sp
|
0
|
5.33
|
0
|
0
|
4
|
Rhizoctonia sp
|
0
|
0
|
94.66
|
0
|
5
|
Penicillium sp
|
0
|
0
|
4.00
|
0
|
6
|
Fusarium solani
|
0
|
0
|
0
|
100
|
7
|
Cendawan hitam (tidak teridentifikasi)
|
0
|
26.67
|
0
|
0
|
8
|
Cendawan putih (tidak teridentifikasi)
|
0
|
53.33
|
0
|
0
|
9
|
Cendawan putih tebal (tidak teridentifikasi)
|
0
|
1.33
|
0
|
0
|
Persen Infeksi Total (%)
|
74.66
|
53.33
|
100
|
100
|
|
RH Tinggi (60-70%)
|
|||||
1
|
Aspergillus flavus
|
18.66
|
18.67
|
34.66
|
29.33
|
2
|
Aspergillus niger
|
0
|
0
|
0
|
18.67
|
Aspergillus sp
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
3
|
Penicillium sp
|
0
|
0
|
9.33
|
0
|
4
|
Rhizopus
sp
|
33.33
|
33.33
|
0
|
0
|
5
|
Fusarium solani
|
0
|
0
|
0
|
65.33
|
6
|
Rhizoctonia sp
|
0
|
0
|
65.33
|
4
|
7
|
Cendawan
hitam
(tidak
teridentifikasi)
|
0
|
12
|
0
|
0
|
8
|
Cendawan
putih
(tidak
teridentifikasi)
|
0
|
66.67
|
0
|
0
|
Persen Infeksi Total (%)
|
41.33
|
78.67
|
100
|
100
|
Hasil
pengamatan terhadap patogen terbawa benih kedelai yang diberi perlakuan
penyimpanan pada berbagai kondisi suhu dan kelembaban selama 1 dan 4 minggu
ditunjukkan pada Tabel 6. Berdasarkan data viabilitas benih yang ditunjukkan
sebelumnya, viabilitas benih kedelai yang diperoleh sangat rendah bahkan
sebelum dilakukan penyimpanan viabilitasnya 0%. Hal ini mengindikasikan bahwa
benh tersebut tidak dapat dipakai lagi. Salah satu penyebab yang mumungkinkan
rendahnya viabilitas adalah mikroorganisme yang menginfeksi benih.
Tabel
6 menunjukkan patogen yang menginfeksi benih kedelai setelah disimpan pada
ruangan ber-AC baik dengan kelembaban tinggi maupun rendah yang disimpan selama
1 minggu dan 4 minggu menunjukkan persen infeksi 100%. Sedangkan, benih yang
diberi perlakuan penyimpanan pada suhu ruang dengan kelembaban rendah mengalami
penurunan total persen infeksi hingga 53.33% setlah disimpan selama 4 minggu.
Benih yang diberi perlakuan dengan suhu ruang dengan kelembaban tinggi
mengalami peningkatan total persen infeksi benih. Hal ini mengindikasikan bahwa
penyebab rendahnya viabilitas benih bahkan benih mati karena adanya infeksi
patogen yang menginfeksi hingga 100%.
Beberapa koloni cendawan
yang ditemukan tidak dapat teridentifikasi, padahal persen infeksinya
cendawan-cendawan tersebut cukup tinggi yaitu mencapai 66.67 yang tergolong
dominan menginfeksi benih pada perlakuan suhu ruang dengan kelembaban rendah
dan perlakuan suhu AC dengan kelembaban tinggi. Cendawan yang berhasil
teridentfikasi dan dominan menginfeksi benih yaitu Aspergillus flavus, Rhizoctonia
sp, Fusarium
solani, dan Rhizopus sp.
Cendawan-cendawan yang dominan tersebut berbeda-beda setiap perlakuan benih dan
setiap wkatu pengamatan penyimpanan. Cendawan yang menginfeksi paling tinggi
adalah Fusarium solani yangmencapai 100%. Cendawan ini diketahui merupakan
salah satu patogen utama yang terbawa benih kedelai.
KESIMPULAN
Perlakuan lama
penyimpanan sangat berpengaruh terhadap viabilitas benih. Selain itu, lama
penyimpanan, suhu dan kelembaban ruang penyimpanan juga mempengaruhi viabilitas
benih. Semakin tinggi kelembaban benih dan suhu penyimpanan dapat meningkatkan
aktivitas metabolisme benih itu sendiri dan mikroorganisme. Benih yang disimpan
pada suhu AC viabilitas benihnya lebih tinggi dibandingkan dengan benih yang
disimpan pada suhu ruang, tetapi total infeksi benih yang disimpan pada ruangan
ber-AC lebih tinggi daripada benih yang disimpan tempat dengan suhu ruang.
Selain itu, benih kedelai yang digunakan pada pelaksanaan praktikum sudah tidak
bisa dipakai karena viabilitasnya rendah bahkan mati.
DAFTAR PUSTAKA
Agarwal
VK, Sinclair JB. 1997. Principles of Seed Pathology. Edisi Kedua. Boca Rota,
Florida:CRC Press, Inc.
Agarwal
VK, Sinclair JB. 1999. Principles of Seed Pathology. 2nd Edition.
Lewis Publishe. Boca Raton, New York, London, Tokyo.
Agrawal.
1982. Seed Technology. Oxford and IBM Publ. Co New Delhi. 685 p.
Andriyani
NB, Poernomo B, Sutakaria J. 1993. Perlakuan kondisi penyimpanan yang berbeda
terhadap kadar air,viabilitas benih, dan persentase infeksi Trichoconis
padwickii pada padi varietas Cisadane. Prosiding Kongres Nasional XIIdan
Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. Ygyakarta, 6-8 September
1993.
Eamchit
S. 1982. Comparison of virulence of Xanthomonas campestris pv oryzae in
thailand and the phillipines. Plant Diseases. 66:556-559.
Gleen A E, Hinton
D.M, Yates L.E and C.W. Bocon. 2001. Detoxipication of corn antimicrobial
compound as the basis for isolating Fusarium vertillioides and some other
Fusarium species from corn. The American Society for Microbiology Vol 67
(7) 2973-2981.
Ilyas. 2012. Ilmu dan Teknologi Benih (Teori dan Hasil-Hasil Penelitian). Bogor [ID] :
Institut Pertanian Bogor.
Justice
OL, Bass LN. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Diterjemahkan oleh
Rennie Roesli. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta 446 hal.
Mao, W, Lumsden
R.D. Lewis, J.A and P.K. Hebber. 1998. Seed treatment using preemerfiltration and
biocontrol agent to reduce damping off of corn caused by species of pytum and
fusarium. The American Phytopsthological Society.
Martinus.
2003. Patilogi Benih dan Jamur Gudang. Padang: Unversitas Andalas.
McGee
DC. 1987. Seed-borne and seed-transmitted diseases of maize in rice-based
cropping system. In: Rice Seed Health. Proceeding of the InternationalWorkshop
on Rice Seed Health 16-20 March 1987. IRRI. Phillipines. P203-2013.
Pakki S. 2005. Patogen Tular Benih Fusarium sp. dan Aspergillus sp.
Pada Jagung serta Pengendaliannya. Prosiding Seminar Nasional Jagung.
Ramakrishna, N.
Locey, J., and J.E. Smith. 1993. Effect of water activity and temperature on
the growth of fungi interacting on barley grain. Mycological Research, 97(11):1393-1402:31
ref.
Sadjad S. 1980. Panduan Pembinaan Mutu Benih Tanaman
Kehutanan di Indonesia. Lembaga Afiliasi IPB. Bogor. 301 hal.
Schmidt
L. 2002. Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Sub Tropis 2000. F. Harum,
editor. Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, Dephut. Jakarta.
Terjemhan dari: Guide to Handling of Tropical and Sub Tropical Forest Seed.
Sutopo
L. 2002. Teknologi Benih. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
White
DG. 1999. Compendium of Corn Diseases. APS Press.