loading...

Wednesday, November 30, 2016

PENGARUH KELEMBABAN NISBI (RH) DAN SUHU PENYIMPANAN TERHADAP DAYA BERKECAMBAH BENIH DAN MIKROORGANISME TERBAWA BENIH

PENGARUH KELEMBABAN NISBI (RH) DAN SUHU PENYIMPANAN TERHADAP DAYA BERKECAMBAH BENIH DAN MIKROORGANISME TERBAWA BENIH

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyimpanan benih merupakan salah satu upaya menjaminnya ketersediaan benih yang bermutu dalam suatu program penanaman bila diperlukan di waktu yang akan datang. Benih yang disimpan berfungsi sebagai penyangga antara permintaan dan produksi tanaman. Waktu penyimpanan seringkali dibatasi oleh faktor teknis dan fisiologis penyimpanan. Untuk mempertahankan viabilitas benih dalam waktu lama diperlukan keadaan lingkungan penyimpanan optimal yang sesuai. Akan tetapi, ada beberapa jenis benih yang hanya bertahan beberapa saat meskipun dalam kondisi penyimpanan yang terbaik. Kecepatan kerusakan dapat diperlambat dengan kondisi penyimpanan sebaik mungkin, tetapi pada beberapa jenis benih penyimpanan benih dalam jangka sangat panjang sangat tidak mungkin (Schmidt 2002).
Umur simpan benih dipengaruhi oleh sifat benih, kondisi lingkungan dan perlakuan manusia. Daya simpan individu benih dipengaruhi oleh faktor sifat dan kondisi seperti pengaruh genetik, pengaruh kondisi sebelum panen, pengaruh struktur dan komposisi benih, kulit benih, tingkat kemasakan, ukuran, dormansi, kadar air benih, kerusakan mekanik, dan vigor. Sedangkan pengaruh lingkungan meliputi suhu, kelembaban dan cahaya (Justice dan Bass 2002). Selama periode penyimpanan, benih akan terjadi penurunan mutu.
Ada tiga sifat selain genetik yang dapat mempengaruhi mutu fisiologik benih selama periode simpan (Sadjad 1980), yaitu:
(1)   Benih yang dismpan masih melakukan proses pernafasan yang menghasilkan panas, air, dan CO2. Panas dan kelembaban yang meninggi mengakibatkan benih semakin aktif bermetabolisme. Akhirnya benih kehilangan energi untuk tumbuh. Kotoran benih yang terkelupas atau pecah dapat mendorong kehidupan mikroorganisme dalam periode simpan. Mikroorganisme itu memproses metabolisme pula. Keadaan lingkungan simpan itu dapat mempercepat kerusakan/kemunduran benih.
(2)   Benih bersifat higroskopik. Benih melakukan keseimbangan dengan udata di sekitarnya dan mengabsorbsi air apabila udara di lingkungan sekitar lembab. Hal ini mendorong proses metabolisme dalam benih, dan akhirnya kehilangan energi yang semestinya disimpan untuk pertumbuhannya.
(3)   Benih memiliki difusibilitastermal yang rendah. Artinya kemampuan benih meneruskan panas dengan jalan konduktif rendah. Artinya, apabila terjadi kenaikan suhu di tempat penyimpanan, panas tidak cepat dipancarkan ke segala arah sehingga pada benih terdapat hot spot, dan bila cukup lembab dan banyak cendawan menyerang, proses moulding terjadi di tempat itu.
Selain hal tersebut di atas, Sutopo (2002) menambahkan bahwa faktor lingkungan berpengaruh besar terhadap daya simpan benih. Agar benih memiliki daya simpan yang tinggi, maka benih harus bertitik tolak dari kekuatan tumbuh (vigor) dan daya kecambah yang semaksimal mungkin.
Menurut Justice dan Bass (2002) benih dapat terserang patogen pada waktu pemanenan biji di lapangan dan pada waktu benih berada di penyimpanan. Patogen yang terdapat pada tempat penyimpanan dapat merusak benih karena patogen tersebut dapat tumbuh pada kelembapan yang rendah. Sedangkan serangan hama dapat terjadi ketika benih masih di lapangan sebelum dipanen atau pada saat penyimpanan benih. Menurut Agrawal (1982), aktivitas serangga dan cendawan meningkat dengan meningkatnya suhu. Penurunan kadar air benih dapat menurunkan persentase infeksi cendawan dan meningkatkan viabilitas benih (Andriyani et al 1993).
Tujuan
Pelaksanaan praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh RH dan suhu ruang simpan terhadap viabilitas benih jagung, kedelai, dan padi selama penyimpanan dan mendeteksi mikroorganisme yang menginfeksi benih-benih tersebut selama penyimpanan.



BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada bulan Mei 2013 di Laboratorium Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan antara lain benih padi, jagung, dan kedelai, kain kasa, kertas saring, air akuades. Alat yang digunakan antara lain cawan petri, pinset, jarum, gelas obyek, mikroskop stereo dan mikroskop kompon.
Pelaksanaan
Praktikum ini dilakukan dengan menggunakan benih kedelai, jagung, dan padi. Benih-benih tersebut disimpan pada beberapa perlakuan suhu dan kelembaban nisbi sebagai berikut:
I.       Kondisi suhu tempat penyimpanan, yaitu 1. Suhu kamar (24-28oC), dan 2. Suhu ruang AC (16-18oC)
II.    Kondisi RH tempat penyimpanan, yaitu 1. RH tinggi (60-70%), dan 2. RH rendah (45-50%)
III. Masa simpan, yaitu 1. Masa simpan 1 minggu, dan 2. Masa simpan 4 minggu.
Setiap perlakuan diulang tiga kali untuk masing-masing benih dan dilakukan pengujian kontrol tanpa perlakuan benih padi, jagung, dan kedelai sebagai pembanding. Prosedur kegiatan praktikum yang dilakukan sebagai berikut:
1.      Mengatur kondisi RH dan suhu tempat penyimpanan
Menyiapkan 4 desikator dengan Duratherm hygrometer di dalamnya. Kemudian masukkan silica gel ke dalam desikator sampai hygrometer menunjukkan RH yang diinginkan (seperti perlakuan). Untuk keperluan suhu kamar, desikator diletakkan pada ruangan tanpa AC, sedangkan untuk perlakuan suhu ruang AC, desikator diletakkan pada ruang AC.

2.      Pengemasan dan penyiapan benih
Benih masing-masing komoditas secukupnya dimasukkan ke dalam kantong dari kain kassa/strimin, kemudian diikat. Benih yang telah dikemas disusun dalam desikator sesuai  perlakuan suhu dan RH tersebut. Selanjutnya setiap waktu dikontrol kondisi RH dengan penambahan silica gel bila RH melebihi perlakuan yang seharusnya.
3.      Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap viabilitas benih (daya berkecambah benih) dan mikroorganisme terbawa benih yang disimpan sesuai perlakuan suhu, RH dan lama penyimpanan.
·         Viabilitas benih (daya berkecambah)
Pengujian viabilitas benih dilakukan dengan cara menanam benih di atas kertas saring yang telah dilembabkan dalam cawan petri. Setiap cawannya ditanami 25 butir benih padi, kedelai dan 10 butir benih jagung, kemudian diinkubasi pada suhu ruang. Inkubasi dilakukan selama 7 hari. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah kecambah normal, kecambah abnormal, dan benih yang mati (ISTA 2010). Persentase daya berkecambah dihitung dengan rumus sebagai berikut:
·         Deteksi mikroorganisme
Deteksi mikroorganisme dilakukan pada semua perlakuan benih. Mikroorganisme yang muncul diamati dari benih yang dikecambahkan untuk pengujian daya berkecambah. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop stereo dan mikroskop kompon terhadap mikroorganisme yang menyerang benih dan jumlah benih yang terserang mikroorganisme tersebut dalam setiap petri. Persentase infeksi dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
P : Persentase infeksi                          N : jumlah benih yang ditanam
n : jumlah benih yang terinfeksi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Perlakuan Penyimpanan terhadap Viabilitas Benih
Penyimpanan merupakan salah satu tahap proses produksi benih, yang diperlukan terkait dengan persediaan benih untuk bahan tanam pada masa berikutnya. Selama proses penyimpanan benih, beberapa faktor penting perlu diperhatikan terkait dengan terjaminnya mutu benih tetap tinggi selama penyimpanan. Salah satu mutu yang penting untuk dijaga selama penyimpanan yaitu mutu fisiologis benih dengan peubah viabilitas benih. Ilyas (2012) menerangkan, viabilitas benih menunjukkan daya hidup benih, aktif secara metabolis, dan memiliki enzim yang dapat mengkatalisis reaksi metabolisme yang diperlukan untuk perkecambahan dan pertumbuhan kecambah. Viabilitas benih dapat diukur dengan tolok ukur daya berkecambah (germination capacity).
Tabel 1 menunjukkan persen daya berkecambah benih yang diberi perlakuan penyimpanan pada berbagai suhu dan kelembaban selama 1 minggu dan kontrol sebagai pembandingnya. Hasil menunjukkan pada komoditas padi menunjukkan daya berkecambah benih yang disimpan pada suhu ruang (24-28oC) menurun dengan meningkaatnya kelembaban udara. Akan tetapi daya berkecambah padi yang disimpan pada ruangan suhu AC dengan RH 45-50%, lebih rendah daripada benih yang disimpan pada suhu ruang RH 45-50%. Daya berkecambah kontrol benih padi menunjukkan hasil yang rendah.
Tabel 1. Hasil pengamatan persen perkecambahan pada RH dan suhu tertentu setelah 1 minggu penyimpanan
Komoditas

Daya kecambah (%)

kontrol
Suhu Ruang
Suhu AC

RH 45-50%
RH 60-70%
RH 45-50%
RH 60-70%
Padi
8
12
6
10.66
Tidak ada
Jagung
20
100
93.33
100
50
Kedelai
0
74.66
35.33
0
0

Komoditas jagung menunjukkan (Tabel 1) penurunan daya berkecambah yang cukup signifikan. Semakin tinggi suhu dan kelembaban, daya berkecambah benih jagung semakin rendah. Akan tetapi pada kontrol jagung, daya berkecambah yang dihasilkan sangat rendah.
Kontrol komoditas kedelai (Tabel 1) menunjukkan daya berkecambah sebesar 0%. Hal itu menunjukkan bahwa benih yang dijadikan sebagai sampel sudah tidak layak untuk digunakan penanaman. Akan tetapi, benih kedelai yang sudah diberi perlakuan penyimpanan pada perlakuan suhu ruang, menunjukkan daya berkecambah yang sedang. Berbeda dengan benih yang disimpan pada suhu AC, menghasilkan daya berkecambah 0% sama dengan kontrol.
Tabel 2. Hasil pengamatan persen perkecambahan pada RH dan suhu tertentu setelah 4 minggu penyimpanan
Komoditas
Daya Berkecambah (%)
Kontrol
Suhu Ruang
Suhu AC

RH 45-50%
RH 60-70%
RH 45-50%
RH 60-70%
Padi
88
12
8
8
9,33
Jagung
0
76,67
76,67
100
96,67
Kedelai
0
74,67
41,33
0
48

Persen daya berkecambah benih yang telah disimpan selama 4 minggu pada berbagai suhu dan kelembaban serta kontrolnya, ditunjukkan pada Tabel 2. Pada komoditas padi menunjukkan daya berkacambah yang tinggi pada kontrolnya yaitu mencapai 88%, sedangkan benih kedelai dan benih jagung tidak ada benih yang berkecambah. Perlakuan penyimpanan yang dilakukan selama 4 minggu, menunjukkan terjadi perbedaan data yang cukup signifikan. Benih padi yang disimpan selama 4 minggu mengalami penurunan daya berkecambah yang cukup signifikan dengan semaki meningkatnya suhu penyimpanan dan kelembaban udaranya.  Akan tetapi, pada benih jagung dan kedelai sebaliknya. Penyimpanan menyebabkan persen perkecambahan benih jagung dan kedelai meningkat, terutama jagung yang setelah disimpan pada suhu ruang dengan RH 45-50% daya berkecambahnya mencapai 74.67%. Pada kedelai, daya berkecambah kedelai setelah disimpan pada ruang AC dengan RH 45-50% sebesar 0%.
Persen daya berkecambah yang berfluktuasi tersebut, terutama pada benih jagung dan kedelai diduga karena viabilitas awal dari lot benih tersebut sudah sangat redah dan tidak layak sebagai bahan untuk penanaman. Selain itu, pengambilan sampel benih untuk pengujian tidak secara acak, sehingga benih yang diambil tidak mewakili lot benih untuk pengujian karena hasil yang diberikan berbeda-beda.
Viabilitas dan vigor benih dipengaruhi oleh beberapa faktor penting yaitu (1) pertumbuhan pohon induk; (2) kemasakan benih; (3) kadar air benih dan suhu selama penyimpanan; dan (4) kerusakan benih. selama penyimpanan, benih mengalami penurunan mutu (deteriorasi) yang disebabkan oleh RH dan suhu tinggi (abiotik), aktivitas mikroba (cendawan, bakteri), insek, kutu, dan tikus (biotik). Dua faktor terpenting yang mempengaruhi periode hidup benih adalah kadar air benih (pengaruh dari RH) dan suhu. Benih pada umumnya, dapat kehilangan viabilitas secara cepat saat RH mendekati 80% dan suhu 25-30oC, tetapi dapat bertahan lebih dari 10 tahun pada RH ≤50% dan suhu ≤5oC (Ilyas 2012). Berdasarkan pernyataan tersebut, adanya aktivitas mikroba diduga juga mempengaruhi viabilitas benih selama penyimpanan maupun pada kontrol.
Pengaruh perlakuan suhu dan kelembaban serta lama penyimpanan tehadap mikroorganisme terbawa benih
Kelompok mikroorganisme yang terbawa benih atau ditransmisikan melalui benih diantaranya adalah cendawan. Cendawan yang merusak benih dikelompokkan menjadi cendawan lapang dan cendawan penyimpanan. Cendawan lapang menyeranng benih selama perkembangan atau pematangan tetapi sebelum panen, sedangkan cendawan penyimpanan biasanya merusak benih sesudah panen apabila kelembaban udara dan suhu cukup tinggi (Agarwal dan Sinclair 1997; Martinus 2003).
Kadar air awal benih sebelum peyimpanan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan. Benih dengan kadar awal yang tinggi sebelum penyimpanan, akan mengalami deteriorasi (kemunduran) dengan cepat karena aktivitas metabolismenya tinggi serta menjadi kondisi yang optimum untuk perkembangan patogen, khususnya cendawan penyimpanan. Sebelum penyimpanan, kadar air benih yang diuji tidak diamati sehingga tidak diketahui benih-benih tersebut memiliki kadar air yang tinggi atau tidak.
Hasil pengamatan patogen yang menginfeksi kontrol benih peyimpanan dapat ditunjukkan pada tabel 3. Patogen yang menginfeksi kontrol benih padi penyimpanan 1 minggu antara lain Fisarium sp, Rhizopus sp, dan Aspergillus flavus dengan total persen infeksi mencapai 92%, sedangkan patogen yang menginfeksi kontrol benih padi penyimpanan 4 minggu hanya ditemukan Aspergillus flavus dan total persen infeksi menurun menjadi 4%. Pada komoditas jagung, total persen infeksi kontrol minggu pertama mencapai 100% dengan patogen yang menginfeksi yaitu Fusarium sp dan Aspergillus sp, sedangkan kontrol 4 minggu total persen infeksinya menurun menjadi 70% dengan patogen yang menginfeksi antara lain Aspergillus flavus dan Aspergillus niger. Total persen infeksi benih kedelai mencapai 100% baik pada kontrol penyimpanan minggu 1 dan minggu 4. Patogen yang menginfeksi antara lain Fusarium sp, Rhizopus sp, Aspergillus flavus, Rhizoctonia sp, Penicillium sp, dan Rhizopus oryzae sp.
Tabel 3. Hasil pengamatan patogen yang menginfeksi kontrol benih penyimpanan minggu ke-1 dan minggu ke-4
No
Patogen
Benih Terinfeksi (%)
Padi
Jagung
Kedelai
Mg
ke-1
Mg
ke-4
Mg
ke-1
Mg
ke-4
Mg
ke-1
Mg
ke-4
1
Fusarium sp
28
0
60
0
76
10
2
Rhizopus sp
16
0
0
0
0
60
3
Aspergillus flavus
32
4
0
50
24
40
4
Aspergillus sp
0
0
50
0
0
0
5
Rhizoctonia sp
0
0
0
0
12
0
6
Aspergillus niger
0
0
0
20
0
0
7
Penicillium sp
0
0
0
0
0
40
8
Rhizopus oryzae
0
0
0
0
0
30
Persen Infeksi Total (%)
92
4
100
70
100
100


b
 

a
 
Gambar 1. Rhizopus sp yang teridentifikasi pada kontrol benih kedelai; a. morfologi dibawak mikroskop stereo; b. morfologi di bawah mikroskop kompon

b
 

a
 
Gambar 2. Aspergillus flavus yang ditemukan pada kontrol benih kedelai; a. morfologi dibawak mikroskop stereo; b. morfologi di bawah mikroskop kompon
Cenadawan yang dominan menginfeksi antara lain Fusarium sp, Rhizopus sp, Aspergillus flavus, dan Aspergillus sp. Bahkan cendawan Fusarium menginfeksi benih kedelai mencapai 76%. Spesies cendawan Aspergillus, Fusarium, dan Penicillium dilaporkan cendawan yang palin penting dalam memproduksi mikotoksin dalam kondisi kadar air yang relatif rendah (White 1999). Pernyataan tersebut juga didukung oleh Pakki (2005) yang menjelaskan patogen Fusarium sp. dan Aspergillus sp. dapat berkembang baik dalam suhu dan kelembaban yang ideal pada tempat penyimpanan benih jagung. Patogen tersebut dapat memproduksi senyawa beracun yang disebut mikotoksin (Gleen et al., 2001; Mao et al. 1998). Mikotoksin adalah hasil metabolisme sekunder yang bersifat toksik dari beberapa mikroorganisme untuk kolonisasi inang ataupun untuk mempertahankan hidupnya. Berdasarkan pernyataan tersebut, diduga salah satu penyebab rendahnya viabilitas benih, terutama kedelai yang mencapai 0% adalah beberapa cendawan tersebut yang mempunyai peran menginfeksi benih sebelum penyimpnan.
1.      Benih Padi
Tabel 4 menunjukkan jenis patogen persen infeksinya pada benih padi yang sudah disimpan selama 1 dan 4 minggu pada berbagai suhu dan kelembaban. Berdasarkan tabel tersebut dapat ditunjukkan persen infeksi yang semakin meningkat seiring dengan semakin lamanya benih yang disimpan. Begitu dengan kelembaban udara selama penyimpanan, benih yang dismpan pada kelembaban udara yang semakin tinggi memiliki persen infeksi total semakin tinggi, bahkan mencapai 44%. Akan tetapi, benih yang disimpan pada kondisi suhu AC mengalami persen infeksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan benih yang disimpan pada suhu rendah.
Tabel 4. Hasil pengamatan patogen yang menginfeksi benih padi yang disimpan pada berbegai suhu dan kelembaban.
No
Patogen
Benih Terinfeksi (%)
Suhu Ruang (24-28oC)
Suhu AC (16-18oC)
Mg ke-1
Mg ke-4
Mg ke-1
Mg ke-4
RH Rendah (45-50%)
1
Aspergillus flavus
25.33
1.33
16
8.00
2
Aspergillus niger
1.33
1.33
0
1.33
3
Fusarium sp
1.33
0
22.66
0
4
Penicillium sp
5.33
0
0
0
5
Bakteri
(bening susu, bulat)
1.33
0
0
0
6
Rhizopus sp
0
0
4
0
7
Bakteri
0
8.00

9.33
Persen Infeksi Total (%)
3
10.67
8
12
RH Tinggi (60-70%)
1
Aspergillus flavus
2.60
8.00
Tidak ada data
4
2
Aspergillus niger
2.60
1.33
1.33

Aspergillus sp
0
0
4
3
Fusarium sp
13.33
0
0
4
Bakteri (beningsusu,cembung)
1.33
0
21.33
5
Bakteri (coklat susu, bulat)
4.00
0
0
6
Bakteri (kuning)
0
0
9.33
7
Bakteri
0
9.33
0
8
Penicillium sp
0
0
2.67
9
Cendawan tidak teridentifikasi
0
0
1.33
10
Verticillium sp
0
0
1.33
11
Rhizopus sp
0
0
1.33
Persen Infeksi Total (%)
1.66
18.67
44

Kelompok cendawan Aspergillus flavus, Fusarium sp dan bakteri dengan warna koloni putih susu cembung yang paling dominan menginfeksi. Cendawan Aspergillus flavus dan Fusarium sp menghasilkan mikotoksin yang bercun dapat merusak benih dan dapat menyebabkan benih mengalami deteriorasi bahkan mati. Cendawan Aspergillus mampu menghasilkan senyawa metabolit sekunder aflatoksin sangat merusak dan Fusarium menghasilkan senyawa metabolit sekunder seperti fumonisin dan zearalenone yang bahkan dapat menyebabkan efek keracunan pada hewan mamalia dan manusia (Pakki 2005). Selain cendawan yang dominan tersebut, cendawan lain yang menginfeksi yang memepengaruhi penurunan viabilitas benih antara lain Penicillium sp, Aspergillus niger sp, Rhizopus sp, Vertcillium sp.
Gambar 3. Koloni bakteri yang ditemukan dengan warna koloni putih susu
Koloni bakteri juga menjadi patogen yang dominan menginfeksi. Koloni bakteri yang ditemukan dominan menginfeksi yaitu koloni bekateri yang berwarna putih susu dengan permukaan yang cembung. Diduga koloni bakteri tersebut adalah Xanthomonas campestris yang menginfeksi benih. bakteri ini merupakan salah satu patogen utama yang terbawa benih yang dapat menurunkan produksi benih (Eamchit 1982). Akan tetapi, bakteri ini tidak akan merusak benih selama di penyimpanan. Koloni bakteri berwarna kuning juga ditemukan dengan persen infeksinya mencapai 9.33%. Diduga koloni bakteri ini adalah Xanthomonas oryzae. Kedua koloni bakteri tersebut merupakan kelompok bkteri utama yang terbawa benih. Kedua bakteri ini menyebabkan penyakit hawar daun bakteri yang dapat menurunkn produksi di lapang mencapai 60%.
2.      Benih Jagung
Hasil pengamatan terahadap patogen yang menginfeksi benih jagung setelah disimpan selama 1 dan 4 minggu pada berbagai suhu dan kelembaban ditunjukkan pada tabel 5. Persen infeksi total patogen terhadap benih meningkat dengan semakin meningkatnya lama penyimpanan benih., tetapi perbedaan total persen infeksi antara benih yang disimpan pada kelembaban tinggi maupun rendah tidak signifikan. Benih yang disimpan pada suhu rendah (ruang AC) justru memiliki total persen infeksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan benih yang disimpan pada ruangan dengan suhu yang lebih tinggi.
Tabel 5. Hasil pengamatan patogen yang menginfeksi benih jagung yang disimpan pada berbegai suhu dan kelembaban.
No
Patogen
Benih Terinfeksi (%)
Suhu Ruang (24-28oC)
Suhu AC (16-18oC)
Mg ke-1
Mg ke-4
Mg ke-1
Mg ke-4
RH Rendah (45-50%)
1
Aspergillus flavus
23.33
0
23.33
20
2
Aspergillus niger
0
0
10
0
3
Aspergillus sp
0
10
0
0
4
Fusarium sp
0
0
13.33
20
5
Acremonium strictum
0
50
0
0
6
Penicillium sp
0
0
0
23.33
Persen Infeksi Total (%)
56.66
90
40
53.33
RH Tinggi (60-70%)
1
Aspergillus flavus
3.33
0
50
20
2
Aspergillus niger
0
0
13.33
0
3
Aspergillus sp
0
33.33
0
0
4
Penicillium sp
49.99
0
0
36.67
5
Verticillium sp
6.66
0
0
0
6
Fusarium sp
0
0
3.33
6.67
7
Acremonium strictum
0
23.33
0
0
Persen Infeksi Total (%)
56.66
96.67
60
66.67

Cendawan yang dominan menginfeksi benih jagung antara lain Aspergillus flavus, Penicillium sp, Acremonium strictum, dan Aspergillus sp. dengan tingkat infeksi diatas 20%. Peran penting Aspergillus flavus dalam paenurunan daya berkecambah dilaporkan oleh Agarwal dan Sinclair (1999) dimana disebutkan bahwa pada benih jagung dengan kadar air 19.1-19.9% yang diinokulasikan dengan Aspergillus flavus dan disimpan pada 27-32oC selama 74 hari, persentase daya berkecambahnya hanya mencapai 13%, sedangkan tanpa diinokulasi persentase daya berkecambahnya mencapai 97%. infeksi A. flavus pada biji adalah terbesar pada jagung, dibanding pada kacang tanah, gandum, dan sorgum (Ramakhrisna et al. 1993). Selain itu dilaporkan oleh Mc Gee (1987) cendawan Aspergillus flavus dan Penicillium sp dapat menyerang benih jagung selama di penyimpanan dengan kadar air di bawah 13%. Persen infeksi cendawan Aspergillus flavus yang disimpan mengalami penurunan seirring dengan semakin lamanya benih disimpan.

b
 

a
 
Gambar 4. Aspergillus flavus yang ditemukan pada benih jagung yang diberi perlakuan suhu ruang yang diberi perlakuan kelembaban tinggi (60-70%); a. morfologi dibawak mikroskop stereo; b. morfologi di bawah mikroskop kompon
Gambar 5. Penicillium sp yang ditemukan pada benih jagung di bawah mikroskop stereo
Selain cendawan-cendawan tersebut yang menginfeksi benih jagung, cendawan lain yang menginfeksi benih jagung selama di penyimpanan antara lain Aspergillus niger, Fusarium sp, dan Verticillium sp. Pada pengamatan ini tidak ditemukannya koloni bakteri yang menginfeksi benih jagung.
Gambar 6. Verticillium sp yang ditemukan pada benih jagung di bawah mikroskop stereo
Cendawan yang dominan pada masing-masing perlakuan selama penyimpanan 1 dan 4 minggu bebeda-beda. Benih yang diberi perlakuan penyimpnan  suhu ruang dengan kelembaban rendah cendawan yang dominan adalah Aspergillus flavus pada minggu ke-1, sedangkan pada minggu ke-4 yang dominan adalah Acremonium strictum. Perlakuan penyimpanan pada ruang ber-AC dengan kelembaban yang rendah, cendawa yang dominan A. flavus pada minggu ke-1 dan Penicillium sp pada minggu ke-4. Perlakuan benih dengan penyimpanan pada suhu ruang, cendawan yang dominan Penicillium sp pada minggu ke-1 dan Aspergillus sp pada minggu ke-4. Perlakuan benih yang dismpan pada ruang AC dengan kelembaban tinggi, cendawan yang dominan adalah Aspergillus flavus pada minggu ke-1 dan Penicillium sp pada minggu ke-4.

b
 

a
 
Gambar 7. Fusarium sp yang menginfeksi jagung dengan warna koloni putih bersih; a. morfologi dibawak mikroskop stereo; b. morfologi di bawah mikroskop kompon

c
 

b
 

a
 
Gambar. Trichoderma sp yang ditemukan pada benih jagung. a. morfologi di bawah mikroskop stereo; b. morfologi di bawah mikroskop stereo; c. morfologi di bawah mikroskop kompon.
Selain cendawan yang bersifat patogenik, juga   ditemukan cendawan yang bersifat endofit   (menguntungkan) yaitu Trichoderma sp yang persen infeksinya mencapai 33.33%. Cendawan ini ditemukan pada benih jagung yang diberi perlakuan penyimpanan pada suhu ruang dengan kelembaban rendah dan tinggi. Morfologi koloninya tergantung pada media tumbuhnya. Pada media yang nutrisinya terbatas, koloni tampak transparan, sedangkan pada media yang nutrisinya cukup banyak, koloninya berwarna lebih putih. Konidia yang terbentuk dapat berwarna kuning, hijau atau putih.
3.      Benih Kedelai
Tabel 6. Hasil pengamatan patogen yang menginfeksi benih kedelai yang disimpan pada berbegai suhu dan kelembaban.
No
Patogen
Benih Terinfeksi (%)
Suhu Ruang (24-28oC)
Suhu AC (16-18oC)
Mg ke-1
Mg ke-4
Mg ke-1
Mg ke-4
RH Rendah (45-50%)
1
Aspergillus flavus
18.66
16
49.33
28
2
Aspergillus niger
6.66
5.33
0
12
3
Aspergillus sp
0
5.33
0
0
4
Rhizoctonia sp
0
0
94.66
0
5
Penicillium sp
0
0
4.00
0
6
Fusarium solani
0
0
0
100
7
Cendawan hitam (tidak teridentifikasi)
0
26.67
0
0
8
Cendawan putih (tidak teridentifikasi)
0
53.33
0
0
9
Cendawan putih tebal (tidak teridentifikasi)
0
1.33
0
0
Persen Infeksi Total (%)
74.66
53.33
100
100
RH Tinggi (60-70%)
1
Aspergillus flavus
18.66
18.67
34.66
29.33
2
Aspergillus niger
0
0
0
18.67

Aspergillus sp
0
0
0
0
3
Penicillium sp
0
0
9.33
0
4
Rhizopus sp
33.33
33.33
0
0
5
Fusarium solani
0
0
0
65.33
6
Rhizoctonia sp
0
0
65.33
4
7
Cendawan hitam
(tidak teridentifikasi)
0
12
0
0
8
Cendawan putih
(tidak teridentifikasi)
0
66.67
0
0
Persen Infeksi Total (%)
41.33
78.67
100
100

Hasil pengamatan terhadap patogen terbawa benih kedelai yang diberi perlakuan penyimpanan pada berbagai kondisi suhu dan kelembaban selama 1 dan 4 minggu ditunjukkan pada Tabel 6. Berdasarkan data viabilitas benih yang ditunjukkan sebelumnya, viabilitas benih kedelai yang diperoleh sangat rendah bahkan sebelum dilakukan penyimpanan viabilitasnya 0%. Hal ini mengindikasikan bahwa benh tersebut tidak dapat dipakai lagi. Salah satu penyebab yang mumungkinkan rendahnya viabilitas adalah mikroorganisme yang menginfeksi benih.
Tabel 6 menunjukkan patogen yang menginfeksi benih kedelai setelah disimpan pada ruangan ber-AC baik dengan kelembaban tinggi maupun rendah yang disimpan selama 1 minggu dan 4 minggu menunjukkan persen infeksi 100%. Sedangkan, benih yang diberi perlakuan penyimpanan pada suhu ruang dengan kelembaban rendah mengalami penurunan total persen infeksi hingga 53.33% setlah disimpan selama 4 minggu. Benih yang diberi perlakuan dengan suhu ruang dengan kelembaban tinggi mengalami peningkatan total persen infeksi benih. Hal ini mengindikasikan bahwa penyebab rendahnya viabilitas benih bahkan benih mati karena adanya infeksi patogen yang menginfeksi hingga 100%.
Beberapa koloni cendawan yang ditemukan tidak dapat teridentifikasi, padahal persen infeksinya cendawan-cendawan tersebut cukup tinggi yaitu mencapai 66.67 yang tergolong dominan menginfeksi benih pada perlakuan suhu ruang dengan kelembaban rendah dan perlakuan suhu AC dengan kelembaban tinggi. Cendawan yang berhasil teridentfikasi dan dominan menginfeksi benih yaitu Aspergillus flavus, Rhizoctonia sp,  Fusarium solani, dan Rhizopus sp. Cendawan-cendawan yang dominan tersebut berbeda-beda setiap perlakuan benih dan setiap wkatu pengamatan penyimpanan. Cendawan yang menginfeksi paling tinggi adalah Fusarium solani yangmencapai 100%. Cendawan ini diketahui merupakan salah satu patogen utama yang terbawa benih kedelai.



KESIMPULAN
Perlakuan lama penyimpanan sangat berpengaruh terhadap viabilitas benih. Selain itu, lama penyimpanan, suhu dan kelembaban ruang penyimpanan juga mempengaruhi viabilitas benih. Semakin tinggi kelembaban benih dan suhu penyimpanan dapat meningkatkan aktivitas metabolisme benih itu sendiri dan mikroorganisme. Benih yang disimpan pada suhu AC viabilitas benihnya lebih tinggi dibandingkan dengan benih yang disimpan pada suhu ruang, tetapi total infeksi benih yang disimpan pada ruangan ber-AC lebih tinggi daripada benih yang disimpan tempat dengan suhu ruang. Selain itu, benih kedelai yang digunakan pada pelaksanaan praktikum sudah tidak bisa dipakai karena viabilitasnya rendah bahkan mati.



DAFTAR PUSTAKA
Agarwal VK, Sinclair JB. 1997. Principles of Seed Pathology. Edisi Kedua. Boca Rota, Florida:CRC Press, Inc.
Agarwal VK, Sinclair JB. 1999. Principles of Seed Pathology. 2nd Edition. Lewis Publishe. Boca Raton, New York, London, Tokyo.
Agrawal. 1982. Seed Technology. Oxford and IBM Publ. Co New Delhi. 685 p.
Andriyani NB, Poernomo B, Sutakaria J. 1993. Perlakuan kondisi penyimpanan yang berbeda terhadap kadar air,viabilitas benih, dan persentase infeksi Trichoconis padwickii pada padi varietas Cisadane. Prosiding Kongres Nasional XIIdan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. Ygyakarta, 6-8 September 1993.
Eamchit S. 1982. Comparison of virulence of Xanthomonas campestris pv oryzae in thailand and the phillipines. Plant Diseases. 66:556-559.
Gleen A E, Hinton D.M, Yates L.E and C.W. Bocon. 2001. Detoxipication of corn antimicrobial compound as the basis for isolating Fusarium vertillioides and some other Fusarium species from corn. The American Society for Microbiology Vol 67 (7) 2973-2981.
Ilyas. 2012. Ilmu dan Teknologi Benih (Teori dan Hasil-Hasil Penelitian). Bogor [ID] : Institut Pertanian Bogor.
Justice OL, Bass LN. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Diterjemahkan oleh Rennie Roesli. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta 446 hal.
Mao, W, Lumsden R.D. Lewis, J.A and P.K. Hebber. 1998. Seed treatment using preemerfiltration and biocontrol agent to reduce damping off of corn caused by species of pytum and fusarium. The American Phytopsthological Society.
Martinus. 2003. Patilogi Benih dan Jamur Gudang. Padang: Unversitas Andalas.
McGee DC. 1987. Seed-borne and seed-transmitted diseases of maize in rice-based cropping system. In: Rice Seed Health. Proceeding of the InternationalWorkshop on Rice Seed Health 16-20 March 1987. IRRI. Phillipines. P203-2013.
Pakki S. 2005. Patogen Tular Benih Fusarium sp. dan Aspergillus sp. Pada Jagung serta Pengendaliannya. Prosiding Seminar Nasional Jagung.
Ramakrishna, N. Locey, J., and J.E. Smith. 1993. Effect of water activity and temperature on the growth of fungi interacting on barley grain. Mycological Research, 97(11):1393-1402:31 ref.
Sadjad S. 1980. Panduan Pembinaan Mutu Benih Tanaman Kehutanan di Indonesia. Lembaga Afiliasi IPB. Bogor. 301 hal.
Schmidt L. 2002. Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Sub Tropis 2000. F. Harum, editor. Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, Dephut. Jakarta. Terjemhan dari: Guide to Handling of Tropical and Sub Tropical Forest Seed.
Sutopo L. 2002. Teknologi Benih. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
White DG. 1999. Compendium of Corn Diseases. APS Press.



Proposal MAJLIS TA"LIM

Project Proposal PERMOHONAN BANTUAN RUTINITAS PELAKSANAAN KEGIATAN MAJLIS TA’LIM                   LOGO       ...