I.
ABSTRAK
Phalaeonopsis bellina merupakan salah satu anggrek spesies Kalimantan Barat yang cukup
digemari penggemar anggrek. Hingga kini anggrek ini diperoleh dengan cara
mengambilnya langsung dari alam sehingga jumlahnya masih sangat terbatas.
Selain itu jika hal ini dilakukan terus menerus dikhawatirkan dapat mengancam
kelestariannya. Oleh karena itu untuk mendukung ketersediaan anggrek ini
dilakukan percobaan mengenai pengaruh beberapa media kultur terhadap
pertumbuhan planlet anggrek Phalaeonopsis bellina. Percobaan
dilakukan di laboratorium kultur jaringan Orchid Center (OC) Pontianak,
Kalimantan Barat pada bulan Oktober 2009 sampai Juni 2010, Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan 8 perlakuan diulang 3 kali.
Perlakuan yang diuji adalah
: (1) Knudson C PA 100 % tanpa tambahan charcoal, (2) Knudson C teknis
100% tanpa tambahan charcoal, (3) Knudson C PA 70 % tanpa tambahan charcoal,
(4) Knudson C teknis 70 % tanpa tambahan charcoal, (5) Knudson C teknis
100 % + charcoal 1 g/l, (6) Knudson C PA 70 % + 1 g/l charcoal,
(7) pupuk hyponex 2 gr/l, (8) pupuk topsil 2gr/l. Hasil percobaan menunjukkan
bahwa media berpengaruh sangat nyata terhadap umur keluar tunas, umur keluar
daun dan umur keluar akar. Umur keluar tunas, umur keluar daun dan umur keluar
akar tercepat dihasilkan pada perlakuan 6 (media Knudson C PA 70 % dengan
tambahan charcoal) yaitu masing-masing 54.3, 78.1, 100.2 hari. Hingga
minggu ke- 32 didapati bahwa rata-rata jumlah akar dan daun tertinggi
dihasilkan pada perlakuan ini yaitu 3.33 akar dan 3.56667 helai daun dan
sebaliknya terendah pada perlakuan 1 (media Knudson C PA 100 % tanpa tambahan
charcoal) yaitu 1.9 helai daun. Kata kunci : P. bellina, media kultur, plb,
planlet.
II.
PENDAHULUAN
Phalaeonopsis bellina merupakan salah satu anggrek spesies Kalimantan yang digemari oleh
pencinta anggrek. Wilayah penyebarannya meliputi Kalimantan Barat dan
Serawak. Permintaan terhadap anggrek ini masih dipenuhi dengan
cara mengambilnya langsung dari alam atau melalui perbanyakan konvensional.
Pengambilan langsung dari alam secara terus menerus dikhawatirkan dapat
menyebabkan punahnya spesies ini di habitat aslinya. Sedangkan metode
pebanyakan konvensional memiliki kelemahan berupa terbatasnya bibit atau
tanaman yang dihasilkan serta membutuhkan waktu yang lama untuk memperoleh
anakan baru. Hal ini mengakibatkan rendahnya ketersediaan anggrek ini dipasar.
Perbanyakan tanaman secara in vitro atau yang lebih dikenal
dengan kultur jaringan terbukti dapat meningkatkan ketersediaan bibit tanaman
dalam jumlah besar dan seragam
dalam waktu relatif
singkat. Aplikasi teknologi ini telah banyak dilakukan terhadap berbagai
spesies tanaman, diantaranya seperti yang dilakukan oleh Hutami (1998) untuk
perbanyakan tanaman nilam khimera, Mariska (1998) dalam upaya penyediaan benih
tanaman jahe dan Kosmiatin (2005) dalam upaya perbanyakan gaharu. Telah
dilakukan penelitian terkait media kultur jaringan untuk family orchidaceae
terutama genus Dendrobium. Widiastoety (1994) melaporkan bahwa penambahan 150
ml air kelapa sangat berpengaruh terhadap pembentukan protocorm like bodies
(plb). Widiastoety (1995) meneliti tentang pengaruh berbagai sumber dan kadar
karbohidrat terhadap pertumbuhan planlet anggrek Dendrobium, dilaporkan
bahwa penggunaan karbohidrat dengan kadar 10 gr/ l terbukti efektif mempercepat
pertumbuhan batang, daun dan akar planlet Dendrobium. Widiastoety (1997)
melaporkan bahwa pemberian air kelapa sebanyak 150 ml/l pada tingkat ketuaan
kelapa muda dan sedang dapat mendorong pertumbuhan planlet anggrek Dendrobium.
Penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui pengaruh berbagai modifikasi media kulltur jaringan terhadap
pertumbuhan planlet anggrek Phalaenopsis bellina dalam upaya penyediaan
bibit secara massal dan cepat.
III.
METODOLOGI
Penelitian dilakukan di
laboratorium kultur jaringan Orchid Centre (OC) Pontianak, Kalimantan
Barat dari bulan Oktober 2009 sampai Juni 2010. Rancangan yang digunakan adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 8 perlakuan yang diulang 3 kali. Masing
masing perlakuan terdiri dari 10 unit per ulangan. Perlakuan merupakan
kombinasi dari KC (Knudson C) PA dan teknis dengan konsentrasi yang diujikan 70
% dan 100 % dengan atau tanpa penambahan 1 g/l charcoal. Selain itu
diujikan pula media kultur dengan bahan dasar pupuk Hyponex dan Topsil. Dengan
demikian perlakuan media yang diuji terdiri atas 8 perlakuan yaitu: (1) Knudson
C PA 100 %, (2) Knudson C teknis 100% , (3) Knudson C PA 70 %, (4) Knudson C
teknis 70 %, (5) Knudson C teknis 100 % + charcoal, (6) Knudson C PA 70
% + charcoal, (7) pupuk hyponex 2 gr/l, (8) pupuk topsil/ gandasil
2gr/l. Setiap formulasi media ini kemudian diberi tambahan kentang 65 g/l, air
kelapa 100 ml/l, sukrosa 20 g/l, pepton 1 g/l dan agar 7g/l.
Eksplan yang digunakan
adalah protocorm like bodies (plb) anggrek Phalaenopsis bellina. Plb
diperoleh dari biji yang sebelumnya telah dikulturkan pada media Knudson C
PA 100 %. Plb yang terbentuk ini kemudian dikulturkan pada setiap perlakuan
media. Pengamatan dilakukan terhadap peubah umur keluar tunas, umur
keluar daun, umur keluar akar. Selain itu dilakukan pengamatan
persentase kontaminasi, persentase planlet hidup, jumlah daun, jumlah
akar pada minggu ke-8, 16, 24, dan 32. Seluruh data yang terkumpul kemudian
dianalisis ragamnya, jika berbeda nyata kemudian diuji lanjut menggunakan uji
Duncan taraf 5 %.
IV.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Data tentang umur keluar
tunas, umur keluar daun dan umur keluar akar disajikan pada Tabel 1. Hasil
analisis statistik memperlihatkan terdapat perbedaan yang nyata di antara
perlakuan yang diuji. Umur keluar tunas, daun dan akar paling cepat dihasilkan
oleh media Knudson PA 70 % yang diberi tambahan charcoal (perlakuan 6)
yaitu masingmasing 54.3 hari, 78.07 hari dan 100.23 hari terkecuali untuk
peubah umur keluar akar yang tidak berbeda nyata dengan media perlakuan media
Knudson teknis 70 % tanpa tambahan charcoal (perlakuan 4). Sebaliknya,
perlakuan yang menghasilkan tunas, daun, dan akar paling lambat adalah media
Hyponex dan Topsil
Media Knudson C merupakan
media yang umum digunakan untuk kultur jaringan anggrek. Media ini pertama kali
diformulasikan oleh Lewis Knudson pada tahun 1949 (Arditti, 1996). Walaupun
begitu, beberapa spesies anggrek terkadang membutuhkan charcoal (karbon
aktif) agar dapat tumbuh baik pada media ini. Hal ini dikarenakan adanya zat
fenol yang diproduksi oleh eksplan. Zat fenol menyebabkan terhambatnya
pertumbuhan planlet. Charcoal yang ditambahkan ke media berfungsi
menyerap senyawa-senyawa toksik yang ada dalam media (Widiastoety, 2001).
Tabel 1. Umur keluar tunas, umur keluar daun, dan umur keluar akar
planlet Phalaenopsis bellina pada 8, 16, 24 dan 32 minggu setelah
perlakuan, Tabel I
Media
|
Umur keluar tunas (hari)
|
Umur keluar daun (hari)
|
Umur keluar akar (hari)
|
KPA 100 (1)
|
70.43 b
|
88.47 c
|
105.23 c
|
KT 100 (2)
|
65.03 c
|
85.60 d
|
110.33 b
|
KPA 70 (3)
|
61.20 d
|
81.30 e
|
103.97 d
|
KT 70 (4)
|
58.40 e
|
79.77 f
|
100.40 f
|
KT 100 C (5)
|
60.43 d
|
80.27 ef
|
102.37 e
|
KPA 70 C (6)
|
54.30 f
|
78.07 g
|
100.23 f
|
HYP (7)
|
81.50 a
|
92.77 a
|
110.73 b
|
TPS (8)
|
80.50 a
|
90.23 b
|
120.97 a
|
Ket: KPA = Knudson C PA KT
= Knudson C teknis C = Charcoal
HYP = Hyponex TPS = Topsil
100 = 100% 70 = 70 %
Angka yang diikuti dengan
huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan
pada taraf kepercayaan α = 5%.
Persentase planlet hidup tertinggi dihasilkan
oleh perlakuan media Knudson C PA 70 % yang ditambah charcoal (perlakuan
6), hingga minggu terakhir pengamatan terdapat 88.03 % planlet yang hidup.
Persentase planlet hidup pada media ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan
media Knudson C teknis 100 % ditambah charcoal (perlakuan 5) yang sampai
minggu terakhir pengamatan menghasilkan 85.17 % planlet hidup (Tabel 2). Pada perlakuan
yang lain terjadi penurunan persentase planlet hidup yang signifikan dari
minggu ke minggu (Gambar 1).
Persentase planlet hidup
terendah dihasilkan pada media Knudson PA 70% tanpa tambahan charcoal yaitu
19.27 % (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan charcoal pada media
menyebabkan planlet Phalaenopsis bellina dapat berkembang baik. Planlet
pada media yang tidak diberi tambahan charcoal menunjukkan gejala
fenolik, kematian jaringan sedikit demi sedikit dan akhirnya mati (Gambar 2). Phalaenopsis
bellina tampaknya dapat tumbuh lebih baik saat dikulturkan pada media yang diberi
tambahan charcoal. Penggunaan charcoal pertama kali dilakukan
oleh John T. Curtis dalam usahanya untuk memberikan simulasi kondisi
perkecambahan anggrek seperti pada kondisi alaminya (Arditti, 1996).
Tabel 2. Persentase planlet P. bellina hidup pada 8, 16, 24
dan 32 minggu setelah perlakuan
Media
|
Waktu pengamatan (minggu ke-)
|
8
|
16
|
24
|
32
|
KPA 100 (1)
|
82.53 bcd
|
61.63 b
|
35.43 ad
|
25.80 c
|
KT 100 (2)
|
85.40 abc
|
56.33 c
|
23.03 e
|
21.50 e
|
KPA 70 (3)
|
82.03 cd
|
47.63 e
|
33.40 d
|
19.27 e
|
KT 70 (4)
|
80.87 d
|
61.37 b
|
38.47 c
|
22.00 de
|
KT 100 C (5)
|
86.60 ab
|
91.73 a
|
85.63 a
|
85.17 a
|
KPA 70 C (6)
|
88.83 a
|
89.43 a
|
88.67 a
|
88.03 a
|
HYP (7)
|
70.87 e
|
51.53 d
|
42.73 b
|
30.67 b
|
TPS (8)
|
72.83 e
|
59.37 b
|
32.80 d
|
25.40 cd
|
Keterangan : sda
Data tentang jumlah daun
dan akar planlet disajikan pada Tabel 3. Hasil analisis menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan yang nyata di antara perlakuan media yang diujikan. Sampai
dengan minggu ke-32, terlihat bahwa jumlah daun dan akar tertinggi dihasilkan
pada perlakuan media Knudson C PA 70 % yang diberi tambahan charcoal
(perlakuan 6) yaitu masing-masing 3.57 dan 3.33. Jumlah daun terendah
dihasilkan pada perlakuan media Knudson C PA 100% tanpa tambahan charcoal (perlakuan
1) yaitu 1.90 dan jumlah akar terendah pada media Knudson C teknis 100% yang
diberi tambahan charcoal (perlakuan 5) yaitu 2.03 (Tabel 2).
Perlakuan media Knudson
teknis 100% yang diberi tambahan charcoal (perlakuan 5) tidak
menunjukkan jumlah daun dan akar sebaik Knudson C PA 70 % yang diberi tambahan
charcoal (perlakuan 6), hingga minggu ke-32 media ini hanya menghasilkan 2.60
daun dan 2.03 akar (Tabel 3). Jumlah akar pada media ini (perlakuan 5) lebih sedikit
daripada yang dihasilkan media Knudson C PA 100% tanpa tambahan charcoal (perlakuan
1), namun tetap lebih baik mengingat persentase planlet hidupnya lebih tinggi
yaitu 85.17 % yang berarti peluang jumlah planlet atau bibit yang berhasil
diproduksi lebih besar daripada perlakuan media Knudson C 100% tanpa tambahan charcoal
(perlakuan 1) yang persentase planlet hidupnya 25.80% (Tabel 2).
Tabel 3. Jumlah daun dan akar planlet P. bellina pada 8,
16, 24 dan 32 minggu setelah
perlakuan
Media
|
Waktu pengamatan (Minggu ke-)
|
|
8
|
16
|
24
|
32
|
|
Daun
|
Akar
|
Daun
|
Akar
|
Daun
|
Akar
|
Daun
|
Akar
|
KPA 100 (1)
|
1.17 c
|
1.37 b
|
1.43 a
|
1.83 b
|
1.60 d
|
2.33 b
|
1.90 e
|
2.83 b
|
KT 100 (2)
|
1.40 bc
|
1.10 cd
|
1.73 b
|
1.40 e
|
2.10 bc
|
1.70 d
|
2.40 c
|
2.20 d
|
KPA 70 (3)
|
1.27 c
|
1.30 bc
|
1.60 bc
|
1.53 cde
|
2.10 bc
|
2.17 b
|
2.40 c
|
2.43 c
|
KT 70 (4)
|
1.37 bc
|
1.30 bc
|
1.67b
|
1.73 bc
|
2.03 c
|
2.13 bc
|
2.37 c
|
2.53 c
|
KT 100 C (5)
|
1.50 b
|
1.17 bcd
|
1.80 b
|
1.50 cde
|
2.30 b
|
1.70 d
|
2.60 b
|
2.03 d
|
KPA 70 C (6)
|
2.47 a
|
2.10 a
|
2.77 a
|
2.50 a
|
3.13 a
|
3.00 a
|
3.57 a
|
3.33 a
|
HYP (7)
|
1.17 c
|
1.07 d
|
1.40 c
|
1.43 de
|
1.77 d
|
1.63 d
|
2.23 cd
|
2.17 d
|
TPS (8)
|
1.20 c
|
1.20 bcd
|
1.43 c
|
1.67 bcd
|
1.70 d
|
1.93 c
|
2.13 d
|
2.43 c
|
Keterangan : sda
V.
KESIMPULAN
DAN SARAN
1. Penambahan charcoal 1 g/l meningkatkan persentase planlet Phalaenopsis
bellina hidup.
2. Media Knudson C teknis 100% yang diberi tambahan charcoal mampu
menghasilkan persentase planlet hidup sama baiknya dengan Knudson C PA 70% yang
diberi tambahan charcoal.
3. Umur keluar tunas, umur keluar daun dan umur keluar akar tercepat
dihasilkan pada media Knudson C PA 70% yang diberi tambahan charcoal.
4. Jumlah daun dan akar tertinggi dihasilkan pada perlakuan media
Knudson C PA 70% yang diberi tambahan charcoal.
DAFTAR PUSTAKA
Arditti, J. dan Abraham DK.
1996. Orchid micropropagation: the path from laboratory to
commercialization and an
account of several unappreciated investigators. Botanical Journal of the
Linnean Society. 122 : 183 – 241.
Hutami, S., Novianti S.,
Yati S. dan Ika Mariska. 1998. Perbanyakan in vitro tanaman nilam
khimera melalui proliferasi tunas aksiler. Jurnal Bioteknologi Pertanian.
Vol 3 No. 2 : 47- 52.
Kosmiatin, M., Ali Husni,
dan Ika Mariska. 2005. Perkecambahan dan perbanyakan gaharu secara in vitro.
Jurnal Agrobiogen. 1 (2) : 62 – 67.
Mariska, I., Hobir, SF.
Syahid. 1998. Upaya penyediaan benih tanaman jahe melalui kultur jaringan.
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol XVII (1) : 9 13.
Widiastoety. D, dan Santi
1994. Pengaruh air kelapa terhadap pembentukan protokorm like bodies (plbs)
dari anggrek Vanda dalam medium cair. Jurnal Hortikultura.
4(2):71-73. dan Farid A.
Bahar. 1995. Pengaruh berbagai sumber dan kadar karbohidrat pertumbuhan planlet
anggrek Dendrobium. Jurnal Hortikultura. 5(3):76–80.
Surachmat Kusumo dan Syafni.
1997. Pengaruh tingkat ketuaan air kelapa dan jenis kelapa terhadap pertumbuhan
planlet anggrek Dendrobium. Jurnal
Hortikultura. 7 (3) : 768 –
772. 2001. Perbaikan genetik dan perbanyakan bibit secara in vitro dalam
mendukung pengembangan anggrek di Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Vol 20 No 4 : 138 – 143.